Review Article Journal

Article: The Death of Hope? Affirmation in the Anthropocene
Author: David Chandler
Journal: Globalizations, 695–706 (2018)
DOI: https://doi.org/10.1080/14747731.2018.1534466
David Chandler (2018) mengawali pembahasan artikelnya dengan mengkritik makna hope atau harapan ketika melihat realitas Antroposen. Harapan, hematnya, sering dikaburkan dengan ‘pandangan optimistik’. Secara filosofis, harapan seringkali dilihat sebagai kehendak afektif atas adanya alternatif hasil yang mungkin, yang tidak secara langsung dihubungkan dengan kepercayaan terhadap kemungkinan-kemungkinan.
Ada anggapan bahwa harapan sebagai hal yang irrasional. Sedangkan Kant menempatkan harapan sebagai sebuah kategori kompleks, kategori imperatif untuk percaya bahwa ada sebuah alasan yang masuk akal tetang kemungkinan perkembangan dunia yang lebih baik. Bahkan, apabila kita tidak dapat mencerapnya secara empiris, maka harapan dikonstruksikan sebagai kewajiban moral sehingga sangat mungkin harapan menjadi rasional. Berbeda dengan Kant, Ernest Bloch menawarkan konsep harapan sebagai sesuatu yang imanen, harapan layaknya state of being selalu ‘dalam-kemungkinan / in-possibility’. Chandler (2018) dengan tegas mengklaim bahwa term hope atau harapan sudah cukup usang di bawah kondisi Antroposen. Alasannya sederhana, Antroposen dapat mematahkan sihir imaji modernitas tentang progres dan sentralitas manusia serta pemisahan ontologis manusia dengan alam.
Kekecewaan pencerahan dan modernitas pernah menjadi fokus utama mazhab Frankfurt tertutama kritiknya tentang hegemoni dan kesalahan modernitas yang cenderung mendehumanisasi manusia. Menurut Tsing (2015) politik afirmasi Antroposen hanya mengafirmasi bahwa tidak akan ada akhir yang bahagia, akhir dari dunia (the end of the world). Mengapa kita (sekali lagi) perlu mengafirmasi Antroposen? Penjelasannya masih sama untuk menggugat batasan modernitas dan Pencerahan yang sangat linear, sangat biner, sangat abstrak, sangat reduksionis, sangat subjektif/orientasi-subjek, terlalu instrumental, terlalu rasional, terlalu percaya diri, sangat Eurosentris, sangat antroposentris, sangat totalitas… dan kiasan populer lainnya (bisa kamu tambahkan sendiri), kata Chandler di awal artikel.
Sejenak kita disadarkan bahwa upaya Chandler di sini (cukup berani) untuk menggugat pandangan mapan sebelumnya. Baginya, Antroposen tidak cukup dijelaskan hanya berdasarkan pada landasan filosofis ‘dunia’ sebelumnya. Dunia modern sepenuhnya dunia yang berbeda dengan dunia Antroposen hari ini. Kita tidak mungkin akan kembali mencari rumah yang sama seperti dulu. Harapan hanyalah omong kosong pada akhirnya jika tidak ada kejelasan apa yang dimaksud sebagai ‘harapan’ di dunia Antroposen.
Kritik Marx tentang masyrakat kapitalisme berlanjut sampai pada persoalan ekologis yang tidak ada titik terang. Harapan menjadi semu, semangat akan modernitas dan Pencarahan tidak lebih dari proses rekognisi ke-diri-an manusia sebagai spesies yang memiliki cita-cita untuk kebutuhannya sendiri. Jika teori kritis hanya menawarkan harapan untuk mengubah masyarakat dan melawan kapitalisme. Chandler mengutip Fredric Jameson (2003) yang berkata bahwa ‘lebih mudah kita semua membayangkan akhir dari dunia ini, daripada akhir dari kapitalisme’. Artinya, jika hanya mengandalkan teori-teori kritis yang mengembalikan lagi sepenuhnya pada dunia yang berpusat pada manusia dan tidak mempertimbangkan alternatif ‘dunia’ lain, persoalan modernitas tidak akan dapat berakhir. Hanyalah harapan-harapan ‘semu’ dan semangat yang ditawarkan. Tidak lebih.
Saya kemudian mengetahui bahwa maksud dari artikel ini ialah untuk mempertimbangkan kembali bahwa sejatinya, kita semua memiliki ‘kecemasan-tersembunyi’ tentang dunia yang akan datang. Jika saya sebut itu sebagai Antroposen dan segala masalah yang menyertainya, maka kecemasan sebenarnya merupakan inisiasi afirmasi terhadap Antroposen sebagai sebuah realitas. Sedangkan Chandler menyebutnya, setelah Kepunahan besar, setelah harapan, setelah kegagalan, akan muncul relasi baru. Relasi itu adalah proses afirmasi daripada terjebak pada warisan modern ‘Cartesian’—sang manusia rasional yang berharap memiliki akhir yang indah (happy ending), untuk menyelamatkan dunia (manusia) dan segenap isi planet. Klaim ini terkesan menjanjikan tetapi sebenarnya kosong dan hanya mengulang hal sama seperti apa yang telah diwariskan sebelumnya.
Pilihan mengafirmasi artinya mengakui secara berani bahwa kita tidak mungkin kembali seperti dulu dan imajinasi tetang kepunahan subjek adalah hal yang sangat mungkin kita akan hadapi. Hal yang dapat kita lakukan kemudian hanyalah memikirkan tentang ketahanan (resilience) kita untuk melakukan tindakan kritis-adaptif. Ketahanan politik bukan milik penguasa yang hanya menekankan pada ‘command-and-control’, mereka yang hanya memerintah dan mengontrol tetapi tidak pernah menyelesaikan permasalahan yang ada. Mengapa demikian? Karena ketika orientasi politik afirmasi hanya berputar pada warisan lama tanpa berani mempertimbangkan alternatif pendekatan ‘bottom-up’, lokal, potensi yang alamiah dan hanya mengklaim bahwa kekuatan besar perekayasaan dapat menyelesaikan masalah.
Harapan adalah bagian dari masalah dan bukan bagian dari solusi jika kita tidak tepat dalam mengafirmasi keadaan. Chandler memberikan contoh tentang Oystertecture sebagai urban resilience yang secara alamiah dapat dimanfaatkan untuk melindungi kehidupan di dermaga New York. Bahkan, kekuatan biologis dari tiram saja dapat melawan ancaman Antroposen lebih baik daripada merekayasan tanggul yang belum tentu efektif dan sangat mungkin dapat merusak ekosistem alamiah di sekitar.
Membuka kemungkinan alternatif yang lain merupakan strategi untuk mengafirmasi dunia ‘after the world’. Di dunia modern, tidak ada yang baru atau kreatif dari dunia, sebagai agen kuasa manusia hanya cukup mencoba mencari dan menelusuri harapan tersembunyi atau nalar dari dunia ini. Menurut Colebrook (2015) menolak harapan memaksa kita untuk tetap ‘tinggal dengan masalah’. Jika dunia telah tidak ada maka tidak akan mungkin ada lagi alternatif bahkan imajinasi, maka harapan tidak akan punya masa depan.
Dengan demikian, bagi saya, afirmasi Antroposen ialah sebuah pengakuan tegas bahwa dunia yang terberikan dan dialami saat ini sebagaimana adanya, tanpa harus banyak meromantisasi masa lalu dan menjanjikan banyak hal di masa depan.