Technofossil Stratigraphy
Jan Zalasiewicz et al., (2019: 144-147)
Pendekatan stratigrafi tradisional telah membantu mendefinisikan suatu skala waktu geologi tertentu selama ini. Zalasiewicz dkk (2014, 2017) memberikan satu contoh kemungkinkan munculnya tekno-stratigrafi yang dapat digunakan guna menjelaskan bukti stratigrafi pada artefak teknofosil. Teknofosil berbeda dengan jejak fosil pada umumnya di mana sebagai materialnya tidak muncul atau diproduksi secara alamiah seperti halnya alumunium atau plastik. Teknofosil sering ditemukan dari material yang memiliki durabilitas jangka-panjang secara geologis. Alasan inilah yang membawa pertimbangan pengembangan tekno-stratigrafi lebih memungkinkan daripada hanya menjelaskan ‘tekno-fosil’ dari sudut pandang biostratigrafi.
Jejak-jejak teknofosil dapat dilacak berdasarkan perkembangan peradaban Homo spp., di mana temuan penanda awal biostratigrafi mengarah pada tubuh fosil Pliosen akhir di Ethiophia (antara 2.8 dan 2.75 juta tahun) (Villmoare et al., 2015). Selain itu, perkembangan penggunaan batu dan kayu yang masuk dalam peradaban purba telah berkembang dalam konteks arkeologi yang menjadi bagian dari material kebudayaan. Pada kasus karakteristik tekno-fossil kita tidak dapat terlepas dari beragam istilah kultural seperti: Paleolitik, Oldowan, Acheulean, Mousterian, Aurignacean, atau Zaman Perunggu dan Besi. Uniknya, beragam artefak tersebut memiliki signifikansi-waktu untuk menggambarkan secara lugas bagaimana tekno-fosil terbentuk. Jejak tekno-fosil juga dapat dilacak pada kemampuan manusia pra-sejarah dalam mengelola api sebagai sumber bagian dari kerja domestiknya (Karkanas et al., 2007).
Keberagaman tekno-fosil semakin meningkat di selama tahap Ionian di Epos Pleistosen (sekitar 126.000 sampai 11.700 tahun lalu) yang sudah menyaratkan artefak berkualitas abstrak-estetik sebagaimana adanya potongan, pola ukiran dan manik-manik yang ditemukan di Gua Blombos di selatan Afrika sekitar 75.000 tahun yang lalu (d’Errico et al., 2005; Henshilwood, d’Errico and Watts, 2009), ukiran telur burung unta Diepkloof sekitar 55.000 tahun yang lalu (Rigaud et al., 2006), Lukisan pra-sejarah di Eropa dan Indonesia sekitar 40.000 tahun yang lalu (Aubert et al., 2014), serta beragam seni batung dari gading mammoth di Eropa sebelum 30.000 tahun yang lalu (Conard, 2009).
Perkembangan penanda stratigrafi tekno-fosil juga tersebar di akhir Pleistosen ketika munculnya penggunaan bahan baku keramik yang umurnya sekitar 30.000 tahun lalu di Eropa (Farbstein et al., 2012). Perkembangan penggunaan keramik juga tersebar di sekitaran Asia Timur sebagai bagian dari tembikar alat masak 20.000 tahun yang lalu di Cina (Wu et al., 2012), sementara di Jepang, tembikar dari Periode Jōmon sekitar 15.000 tahun yang lalu (Craig et al., 2013). Perubahan fase penggunaan gerabah keramik sebagai bahan penyimpanan dan pengolahan bahan baku makanan berkembang secara mandiri di hampir seluruh wilayah gografis dunia selama fase Pleistosen akhir dan Holosen. Perkembangan ini menunjukkan morfologi teknofosil yang meningkat secara dramatis yang sebelumnya tidak pernah ada secara alamiah. Prosesi temuan morfologi teknofosil juga didukung dengan temuan campuran logam langka, bebatuan antropogenik (batu bata dan beton), kaca, dan beragam material plastik awal. Beragam jenis teknofosil ini menujukkan adanya transgresif waktu yang mampu menjelaskan pola interval waktu tertentu meskipun tidak secara formal dapat diterima terutama secara stratigrafis. Hal ini mungkin akan sangat berbeda ketika kita melihat tekno-fosil sekitaran abad ke-20 di mana telah terjadinya produksi massal terkait teknologi tertentu. Ambil contoh satu mengenai komersialisasi plastik pasca perang dunia yang mulai menyebar di seluruh belahan dunia dan mulai mengendam menjadi sedimentasi-sedimentasi permukaan baru.

Sebagaimana pada Figure 1., diperlihatkan bahwa tekno-fossil sangat mungkin memiliki ‘taksonomi’nya sendiri sebagaimana pembagian diversitas biologi (Zalasiewicz et al., 2017). Hal ini digunakan untuk memudahkan para ahli geologi dalam meneliti kembali sejauh mana pengaruh tekno-fosil terhadap perubahan tingkat strata sedimentasi mulai dari yang paling termuda sampai tertua atau dari lapisan terluas sampai lapisan terdalam. Pada akhirnya, contoh paling sederhana ialah melihat bagaimana produksi massal Iphone pertama kali yang muncul pada tahun 2017 sangat mungkin memiliki tekno-fossilnya sendiri meskipun kita tahu bahwa perusahan Apple memiliki kaidah pengelolaan akhir yang ketat, akan tetapi ada hal yang tidak bisa dihapus yakni titik situs tempat pengeloaan akhir. Artinya, sangat mungkin apabila Iphone menjadi bukti sinkronik global untuk tekno-fossil meskipun kita harus menunggu berapa ribu tahun lagi, atau pilihan lainnya kita melacak kembali pada tekno-fossil yang telah ada di epos sebelumnya.
Referensi
Aubert, M. et al. (2014) ‘Pleistocene cave art from Sulawesi, Indonesia’, Nature. Nature Publishing Group, 514(7521), pp. 223–227.
Conard, N. J. (2009) ‘A female figurine from the basal Aurignacian of Hohle Fels Cave in southwestern Germany’, Nature. Nature Publishing Group, 459(7244), pp. 248–252.
Craig, O. E. et al. (2013) ‘Earliest evidence for the use of pottery’, Nature. Nature Publishing Group, 496(7445), pp. 351–354.
d’Errico, F. et al. (2005) ‘Nassarius kraussianus shell beads from Blombos Cave: evidence for symbolic behaviour in the Middle Stone Age’, Journal of human evolution. Elsevier, 48(1), pp. 3–24.
Farbstein, R. et al. (2012) ‘First Epigravettian Ceramic Figurines from Europe (Vela Spila, Croatia)’, PloS one. Public Library of Science, 7(7), p. e41437.
Henshilwood, C. S., d’Errico, F. and Watts, I. (2009) ‘Engraved ochres from the middle stone age levels at Blombos Cave, South Africa’, Journal of human evolution. Elsevier, 57(1), pp. 27–47.
Karkanas, P. et al. (2007) ‘Evidence for habitual use of fire at the end of the Lower Paleolithic: Site-formation processes at Qesem Cave, Israel’, Journal of human evolution. Elsevier, 53(2), pp. 197–212.
Rigaud, J.-P. et al. (2006) ‘Stillbay and Howiesons Poort stone tool techno-complexes. South African Middle Stone Age chronology and its implications’, Comptes Rendus Palevol. ELSEVIER FRANCE-EDITIONS SCIENTIFIQUES MEDICALES ELSEVIER 23 RUE LINOIS …, 5(6), pp. 839–849.
Villmoare, B. et al. (2015) ‘Early Homo at 2.8 Ma from Ledi-Geraru, Afar, Ethiopia’, Science. American Association for the Advancement of Science, 347(6228), pp. 1352–1355.
Williams, M. et al. (2016) ‘The Anthropocene: a conspicuous stratigraphical signal of anthropogenic changes in production and consumption across the biosphere’, Earth’s Future. Wiley Online Library, 4(3), pp. 34–53.
Wu, X. et al. (2012) ‘Early pottery at 20,000 years ago in Xianrendong Cave, China’, Science. American Association for the Advancement of Science, 336(6089), pp. 1696–1700.
Zalasiewicz, J. et al. (2014) ‘The technofossil record of humans’, The Anthropocene Review. SAGE Publications Sage UK: London, England, 1(1), pp. 34–43.
Zalasiewicz, J. et al. (2017) ‘Scale and diversity of the physical technosphere: A geological perspective’, The Anthropocene Review. SAGE Publications Sage UK: London, England, 4(1), pp. 9–22.