Basis for Establishment of Geologic Eras, Periods, and Epochs
SA Elias (2018)
Penelusuran dan pengembangan pembagian skala waktu geologi tidak dapat terlepas dari proses intelektual filsuf alam ketika memahami dan menjelaskan dunia natural. Proses interpretasi tentang realitas dunia biologis memanglah tidak sempurna tetapi berkembang secara bertahap selama 4 abad terakhir. Systema Naturae (1758) karya Linnaeus mencoba untuk membagi organisasi menjadi dua kerajaan: Hewan dan Tanaman. Klasifikasi ini berdasarkan lima tingkatan: kingdom, kelas, ordo, genus, dan spesies. Hampir sekitar 10.000 spesies hewan dan tanaman diberi nama untuk diabadikan sebagai bagian dari investigasi biologis. Sedangkan di bidang geologi, skema klasifikasi formasi bebatuan di bumi muncul antara abad ke-18 dan ke-19.
Awal abad ke-19, ilmu pengetahuan sendiri berkembang sangat pesat. Banyak perubahan paradigma serta spesialisasi ilmu untuk mengantisipasi keberagaman objek ilmu termasuk mulai melepaskan diri dari pengaruh pemahaman religius. Pertama kali geologi lebih mengarah pada perbandingan kandungan mineral batuan tertentu sekitar abad ke-16 dan ke-17. Sistematisasi geologi membantu perkembangan pertambangan. Temuan pembagian skala waktu geologi tidak terlepas dari jasa Nicolas Steno (1638-1686) yang membang dua dasar prinsip geologi terkait sedimentasi bebatuan. Sejak itulah, strata kemewaktuan geologi mulai dibagi menjadi Primary, Secondary, Tertiary, dan Quternary oleh Giovanni Arduino (1714-1795). James Hutton (1726-1797) memperkenalkan tentang komposisi struktur dasar geologi dan representasi keteraturan peristiwa yang terulang dan saling mempengaruhi. Istilah ini sering dikenal sebagai Uniformitarianisme yang juga diperkenalkan oleh Charles Lyell sebagai seorang geolog sekaligus partner Charles Darwin terkait investigasi evolusi biologi. Barulah William Smith mengklasifikasikan horizon stratigrafik dan juga mempertimbangkan peran karakteristik fosil untuk membaca suatu masa geologi tertentu. Figure 1 memperlihatkan bagaimana era dan periode geologi berpijak pada karakteristik khas lingkungan biologis tertentu yang kemudian mengarahkan penamaan suatu masa secara formal. Misalnya, nama era Mesozoik artinya era geologi pertengahan dan nama periode Jura merujuk pada dominasi reptil raksasa.


Spesifikasi waktu juga diturunkan dari Periode ke Epos lalu ke Zaman (Age), misalnya sekarang manusia berada pada Periode Kuarter, Kala Holosen, dan Zaman Meghalayan. Selama hampir 150 tahun terakhir, perdebatan penadaan waktu geologis secara tepat dapat terbantu dengan adanya teknik penanggalan radiometrik yang merunut pada GSSPs (Global Stratotype Sections and Points). GSS dapat merunut pada dua hal, pertama secara Geokronologi (unit waktu) yang mengekspresikan pewaktuan atau suatu peristiwa paling unik sepanjang sejarah Bumi. Artinya, geokronologi lebih pada mengkualifikasikan bebatuan berdasarkan tingkatan interval waktu saat terbentuk, sedangkan Kronostratigrafi berkaitan dengan umur batuan dan penanggalan yang relatif (unit waktu-batuan) (Zalasiewicz et al., 2013).

Catatan:
Melalui golden spike atau paku emas, GSSP dapat menetapkan batas paling mendasar dari semua tahapan geologi. GSSP dapat berdasarkan fosil diskrit dan peristiwa fisik yang berkorelasi baik dalam catatan batuan secara global. Sudut pandang Antroposen mungkin akan jauh brbeda dengan model pendekatan geologi secara klasik yang hanya menekankan dan bergantung dengan data di masa lalu. Antroposen menjadi sangat menarik karena melibatkan suatu kondisi yang sedang berlangsung dan belum final. Hanya saja, mungkin pendekatan yang harus dilakukan secara lebih komprehensif, misalnya menelisik tentang trajektori kepunahan sepanjang sejarah geologi termasuk sejarah manusia di dalamnya (Ceballos et al., 2015).
Referensi:
Ceballos, G. et al. (2015) ‘Accelerated modern human–induced species losses: Entering the sixth mass extinction’, Science advances. American Association for the Advancement of Science, 1(5), p. e1400253.
Zalasiewicz, J. et al. (2013) ‘Chronostratigraphy and geochronology: a proposed realignment’, GSA Today, 23(3), pp. 4–8.