Catatan Antroposen #3

History and Development of the Anthropocene as a Stratigraphic Concept

Grinevald, J. dkk (2019: 4-10)

Antroposen telah menjadi semacam perubahan paradigma di bidang geologi, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa Antroposen merupakan konsep yang terbilang cukup lama sebagai sebuah perspektif tentang hubungan manusia dan bumi (Uhrqvist & Linnér, 2015). Gagasan lama ini merujuk pada tindakan kolektif manusia dalam konteks geomorfologi dan agensi geologi yang mempengaruhi atau mengubah bumi (Glacken, 1956), pandangan ini tidak terlepas dari kontribusi pandangan filsafati Rene Descartes dan Francis Bacon. Rasionalitas masa modern awal dan pencerahan ini mengarah pada bagaimana alam dapat ditundukan, mentrasformasi alam, tetapi tidak sampai berujung pada konteks skala waktu geologi dan proses biosferik. Apresiasi ilmiah pada konsep dualistik manusia dan alam ini baru mulai disadari pada awal tahun 2000an oleh Crutzen, didukung oleh AWG pada tahun 2008 oleh Zalasiewicz dkk, dan dilanjutkan pada pembahasan historis oleh (Steffen, Grinevald, Crutzen, & McNeill, 2011) termasuk komprehensivitas pembahasan yang lebih mendalam oleh (Davis, 2011; Hamilton & Grinevald, 2015).

            Pandangan tentang Antroposen juga bermuara dengan meningkatnya jumlah populasi manusia, terutama ketika munculnya penjelajahan dunia Barat, sekaligus pertama kalinya membuat formalisasi kronologis secara sistematis sebagai basis bukti geologis tentang pembagian skala waktu geologi. Buffon menulis tentang The Epochs of Nature (1778) (Terj. Zalasiewicz, dkk., 2018) yang merangkai tentang historisitas bumi dari sudut pandang geologi untuk pertama kalinya. Buffon menjelaskan tujuh tahap epos yang telah terjadi di bumi mulai dari perubahan formasi endapan bebatuan, sedimentasi, suhu, air laut, dan perbedaan bentuk kehidupan biologis yang tersebar. Manusia masuk pada epos terakhir termasuk bagaimana proses transisi dari manusia yang ‘bar-bar’ menuju masyarakat yang ‘beradab’. Manusia yang lebih maju ini juga memiliki dampak pada perubahan corak cocok tanam dan penggunaan bahan bakar fosil termasuk batu bara (comte de Buffon, 2018). Catatan Rudwick mengungkapkan bahwa pemikiran Buffon mempengaruhi masa intelektual tentang ‘gagasan zaman manusia’ sebelum era industrialisasi (Rudwick, 2005, 2010).

            Pemikiran manusia sebagai agen geologi mulai resmi dipublikasikan oleh para naturalis pertengahan abad ke-19. Thomas Jenkyn (1854) dikutip oleh (Lewis & Maslin, 2015), yang menulis tentang “epos manusia” atau Antropozoik. Gagasan Jenkyn dilanjutkan oleh Hughton (1865) dan geologi Stoppani (1873) yang mengaitkan sejak pasca zaman Kristiani bumi telah mengalami perubahan. Meskipun demikian, temuan Jenkyn dianggap tidak menjelaskan kebaruan di bidang geologi karena menyiratkan pandangan teologis di dalamnya. Charles Lyell menggunakan kata ‘terbaru’ untuk merujuk kondisi skala waktu geologi terkini sehingga Paul Gervais (1860) menyebutnya sebagai epos Holosen. Holosen lalu diadopsi oleh The Third International Geological Congress of 1885. yang telah menandai waktu pasca glasial Pleistosen dan peningkatan suhu air laut, tetapi masih merekogonisi pada aktivitas manusia secara lokal yang menjadi bagian karakteristik utama Holosen.

            Periode Quaternary (Gibbard & Head, 2009), secara keseluruhan merepresentasikan Zaman Es yang dibuktikan dengan munculnya diversitas manusia purba meskipun secara geologi dan ekologi tidak begitu signifikan pengaruhnya. Pada pertengahan abad ke-20, seorang geokimia dan geolog dari Soviet, Vladimir I. Vernadsky memberikan persamaan nama lain yang merujuk pada Antropogen, atau Antropozoik (versi Pavlov), atau Psikozoik (versi Schuchert), yang semuanya merujuk pada perubahan lingkungan yang disebabkan oleh manusia.  

            Litostratigrafi menjadi penarikan awal Antroposen, yang melibatkan penelitian tentang perubahan sedimentasi batuan yang disebabkan oleh adanya penambangan yang juga terkait dengan penggunaan bahan bakar fosil yang memicu perubahan temperatur Bumi. Analisis geologis ini dimulai pada awal abad ke-20, melalui temuan Mars, Sheclock dan Arrhenius. Temuan mereka telah memicu pandangan tentang perubahan iklim yang berbanding lurus dengan kemajuan teknologi pada pertengahan 1950an (Grinevald et al., 2019)

            Pengembangan konsepsi Antroposen dilirik oleh Pierre Teilhard de Chardin dan Edourad Le Roy pada kerangka filosofis tentang Biosfer dan Noosfer. Sebagaimana gagasan (Vernadsky, 1998) tentang noosfer yang mencakup antroposfer dan teknosfer, ide tentang “Wajah Bumi” yang diturunkan dari perubahan massif manusia pada awal abad ke-20 terutama pasca perang dunia kedua. Kompleksitas perubahan ini mendapat tanggapan dari sudut pandang hipotesis “Gaia” oleh (Lovelock & Margulis, 1974). Gaia membahas bahwa kehidupan dibumi bergerak secara bersamaan, saling mempengaruhi, dan saling mengubah satu sama lain, termasuk manusia yang telah mengubah wajah permukaan bumi. Konsep hipotesis ‘Gaia’ ini juga tidak bisa dilepaskan dengan percepatan perkembangan teknologi dan ilmu.

            Vernadsky juga menginspirasi Crutzen dan Stroermer (2002) sebagai bagian dari justifikasi tesis Antroposen. Para ahli geologi juga banyak mengikuti gagasan Crutzen tentang Antroposen tetapi dalam konteks penentuan titik-titik transisi Antroposen via penanggalan radiometrik yang sifatnya global. Uniknya, pembahasan Antroposen ini mendapatkan respons yang pro dan kontra di kalangan komunitas ilmiah baik geologi dan non-geologi. Misalnya, Adanya pandangan yang mengartikan bahwa Antroposen lebih mengarah pada sejarah awal manusia sehingga lebih dekat pada pembahasan Antropologi, Arkeologi, serta penulisan Sejarah (Stan C Finney, 2014; Stanley C Finney & Edwards, 2016).

            Formalisasi Antroposen tidak hanya berhenti menjadi sekedar wacana di antara komunitas ilmiah. Zalasiewicz dkk pada tahun 2008 memulai penelitian formal Antroposennya dengan membangun AWG (Anthropocene Working Group). AWG berfungsi sebagai komunitas ilmiah resmi yang meneliti tentang Antroposen. Tesis utama mereka mengarah pada pencarian global spike Antroposen sehingga secara tidak langsung mengakhiri penanggalan waktu Holosen. Zalasiewicz membawa pemahaman Antroposen secara formal dalam konteks geologi, melalui penelitian stratigrafi. Zalasiewicz menolak keras interpretasi Antroposen secara non-geologis karena hal ini akan menghadirkan kerancuan pada konteks interpretasi Antroposen (Zalasiewicz et al., 2018).

            Eksplorasi interpretasi non-geologi memberikan variasi pandangan tentang perubahan geologi dari sudut pandangan yang lebih mengarah pada ilmu sosial, humaniora, dan seni, sebagaimana diikuti oleh beberapa pemikir antara lain: (Altvater et al., 2016; Angus, 2016; Bonneuil & Fressoz, 2016; Chakrabarty, 2014; Clark & Yusoff, 2017; Davies, 2016; Hamilton, 2017; Hansen, 2013; Latour, 2017; McNeill, 2001; McNeill & Engelke, 2016; Turpin & Davis, 2015; Yusoff, 2018). Oleh karena itu, Antroposen kemudian dipahami sebagai sebuah ukuran tertentu mengenai kontekstualisasi ‘deep-time’ aktivitas antropogenik yang mengubah bumi beserta dampaknya. Pendekatan lain disebut sebagai ‘multi-proxy’ dalam riset stratigrafi sebagai indikator Antroposen (Steffen, Broadgate, Deutsch, Gaffney, & Ludwig, 2015; Steffen, Crutzen, & McNeill, 2007) serta pendekatan konsep batasan keplanetan ‘the planetary boundaries’ (Rockström et al., 2009; Steffen et al., 2016).

Pada akhirnya, formalisasi dan ratifikasi Antroposen masih berlanjut sampai sekarang, sebab tidak semua komunitas stratigrafi atau geologi menerima konsep itu. Antroposen masih perlu adanya pengembangan ilmiah lebih lanjut sehingga layak menjadi bagian dari Skala Waktu Geologi (GTS). Meskipun demikian, proposal Antroposen yang diajukan oleh AWG dalam Kongres Geologi Internasional pada tahun 2016 mendapatkan apresiasi dari ilmuwan gelogi terkait potensi unit waktu geologi Antroposen yang berpijak pada perubahan pertengahan abad ke-20 ataupun penanda utama terkait tes bom nuklir yang meninggalkan jejak radioaktif (Steffen et al., 2015; Wolff, 2013; Zalasiewicz et al., 2015).


Catatan:

Perdebatan Antroposen terbagi menjadi dua kubu yakni dari pendekatan geologis dan non-geologis. Keduanya sama-sama ingin menjelaskan apa itu Antroposen, kapan Antroposen dimulai, dan apa dampak paling signifikan atas eksistensi Antroposen. Walaupun demikian, konsepsi Antroposen tidak dapat terlepas dari estafet sejarah pengetahuan sejak abad ke-18 di mana pandangan mengenai relasi antara manusia dan bumi mulai mencuat namun tidak secara implisit dijelaskan dalam konteks geologi. Hari ini, Antroposen bukan konsepsi yang formal tetapi mendapatkan tempat yang layak untuk diperdebatkan ulang perihal suatu kondisi di mana ‘kita’ sebagai manusia terlibat langsung atas trajektori tersebut.

Bahan Rujukan:

Altvater, E., Crist, E. C., Haraway, D. J., Hartley, D., Parenti, C., & McBrien, J. (2016). Anthropocene or capitalocene?: Nature, history, and the crisis of capitalism. Pm Press.

Angus, I. (2016). Facing the Anthropocene: Fossil capitalism and the crisis of the earth system. NYU Press.

Bonneuil, C., & Fressoz, J.-B. (2016). The shock of the Anthropocene: The earth, history and us. Verso Books.

Chakrabarty, D. (2014). Climate and capital: On conjoined histories. Critical Inquiry, 41(1), 1–23.

Clark, N., & Yusoff, K. (2017). Geosocial formations and the Anthropocene. Theory, Culture & Society, 34(2–3), 3–23.

comte de Buffon, G. L. L. (2018). The Epochs of Nature. University of Chicago Press.

Davies, J. (2016). The Birth of the Anthropocene. In The Birth of the Anthropocene. https://doi.org/10.1525/9780520964334

Davis, R. (2011). Inventing the Present: Historical Roots of the Anthropocene. Earth Sciences History, 30(1), 63–84. https://doi.org/10.17704/eshi.30.1.p8327x7042g3q989

Finney, Stan C. (2014). The ‘Anthropocene’as a ratified unit in the ICS International Chronostratigraphic Chart: fundamental issues that must be addressed by the Task Group. Geological Society, London, Special Publications, 395(1), 23–28.

Finney, Stanley C, & Edwards, L. E. (2016). The “Anthropocene” epoch: Scientific decision or political statement. Gsa Today, 26(3), 4–10.

Gibbard, P., & Head, M. J. (2009). The definition of the Quaternary system/era and the Pleistocene series/epoch. Quaternaire, 20(2), 125–133.

Glacken, C. J. (1956). Changing ideas of the habitable world. In J. Thomas, W. L. (Ed.), Man’s Role in Changing the Face of the Earth (Vol. 1, pp. 70–92). The University of Chicago Press Chicago, IL.

Grinevald, J., McNeill, J., Oreskes, N., Steffen, W., Summerhayes, C. P. ., & Zalasiewicz, J. (2019). History and Development of the Anthropocene as a Stratigraphic Concept. In C. N. Waters, C. P. Summerhayes, J. Zalasiewicz, & M. Williams (Eds.), The Anthropocene as a Geological Time Unit: A Guide to the Scientific Evidence and Current Debate (pp. 1–40). https://doi.org/DOI: undefined

Hamilton, C. (2017). Defiant earth: The fate of humans in the Anthropocene. John Wiley & Sons.

Hamilton, C., & Grinevald, J. (2015). Was the Anthropocene anticipated? The Anthropocene Review, 2(1), 59–72. https://doi.org/10.1177/2053019614567155

Hansen, P. H. (2013). The summits of modern man. Harvard University Press.

Latour, B. (2017). Facing Gaia: Eight lectures on the new climatic regime. John Wiley & Sons.

Lewis, S. L., & Maslin, M. A. (2015). Defining the anthropocene. Nature, 519(7542), 171–180.

Lovelock, J. E., & Margulis, L. (1974). Atmospheric homeostasis by and for the biosphere: the Gaia hypothesis. Tellus, 26(1–2), 2–10.

McNeill, J. R. (2001). Something new under the sun: An environmental history of the twentieth-century world (the global century series). WW Norton & Company.

McNeill, J. R., & Engelke, P. (2016). The great acceleration: An environmental history of the Anthropocene since 1945. Harvard University Press.

Rockström, J., Steffen, W., Noone, K., Persson, Å., Chapin, F. S., Lambin, E. F., … Schellnhuber, H. J. (2009). A safe operating space for humanity. Nature, 461(7263), 472–475.

Rudwick, M. J. S. (2005). Bursting the limits of time: the reconstruction of geohistory in the age of revolution. University of Chicago Press.

Rudwick, M. J. S. (2010). Worlds before Adam: the reconstruction of geohistory in the age of reform. University of Chicago Press.

Steffen, W., Broadgate, W., Deutsch, L., Gaffney, O., & Ludwig, C. (2015). The trajectory of the Anthropocene: the great acceleration. The Anthropocene Review, 2(1), 81–98.

Steffen, W., Crutzen, P. J., & McNeill, J. R. (2007). The Anthropocene: are humans now overwhelming the great forces of nature. AMBIO: A Journal of the Human Environment, 36(8), 614–621.

Steffen, W., Grinevald, J., Crutzen, P., & McNeill, J. (2011). The Anthropocene: conceptual and historical perspectives. Philosophical Transactions of the Royal Society A: Mathematical, Physical and Engineering Sciences, 369(1938), 842–867.

Steffen, W., Leinfelder, R., Zalasiewicz, J., Waters, C. N., Williams, M., Summerhayes, C., … Edgeworth, M. (2016). Stratigraphic and Earth System approaches to defining the Anthropocene. Earth’s Future, 4(8), 324–345.

Turpin, E., & Davis, H. (2015). Art in the Anthropocene: Encounters among aesthetics, politics, environments and epistemologies. Open Humanities Press.

Uhrqvist, O., & Linnér, B.-O. (2015). Narratives of the past for Future Earth: The historiography of global environmental change research. The Anthropocene Review, 2(2), 159–173.

Vernadsky, V. I. (1998). The biosphere. Springer Science & Business Media.

Wolff, E. W. (2013). Ice sheets and nitrogen. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences, 368(1621), 20130127.

Yusoff, K. (2018). A billion black Anthropocenes or none. U of Minnesota Press.

Zalasiewicz, J., Waters, C., Head, M. J., Steffen, W., Syvitski, J. P., Vidas, D., … Williams, M. (2018). The Geological and Earth System Reality of the Anthropocene.

Zalasiewicz, J., Waters, C. N., Williams, M., Barnosky, A. D., Cearreta, A., Crutzen, P., … Grinevald, J. (2015). When did the Anthropocene begin? A mid-twentieth century boundary level is stratigraphically optimal. Quaternary International, 383, 196–203.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.